Aku sudah duduk di kamar luas bersama digital piano, gitar akustik, dan secangkir kopi yang khusus disiapkan untukku.
Iya, ini kamar baru Adi yang belum genap dua bulan dia tempati. Aroma obat nyamuk bakar menyelubunginya. Aku suka tempat ini.

“Tam, menurutmu, apa yang seharusnya kita lakukan kepada orang yang kita cintai?”.
Ah.. mulai deh sesi heart to heart si Adi kembali.
“Chatin selamat pagi tiap hari?”, kataku agak malas.
Aku terpaksa melayaninnya lagi kali ini karena secangkir kopi robusta spesial yang ia beli online ditambah krimer sudah ia suapkan kepadaku.
“Come on… cinta tidak sedangkal chat begituan”, bantah dia.
“Kamu tau ndak? Apa yang membedakan chat standar selamat pagi itu apa? Yaitu orang yang mengucapkannya”.
“Taik”, maki Adi. Tentu saja, karena ia merasa tidak pernah merasakan hal seperti itu. Wajar sih, orang belum pernah pacaran dan selalu gagal dalam menggebet.
“Gue bingung, Tam. Kalo gue suka sama seseorang, gue harus ngapain dia? Apa gue harus ngajak dia main tiap malming kaya gini ke restoran trus gue yang bayarin? Atau gue harus menuliskan puisi tiap hujan datang? Atau gue harus sok cuek aja dan tetep stay cool, Tam?”.

Aku terdiam…

“Aku juga ndak tau, Di”.