Sudah beberapa hari ini hujan terus di Bandung, membuatku beberapa kali juga mengurungkan niat untuk main ke kosan si Adi. Baru sekarang bisa kesampaian.
Sebenarnya aku sedikit rindu pada curcolan Adi. Kurasa dia sudah menyiapkan cadangan pertanyaan seputar cinta. Dan ngomong-ngomong, kok baunya aneh ya?
“Heh Di, lo pasang dupa ya?”
“Hehehe, biar greget”.
Adi bilang kemarin dia waktu ke Jogja main ke sebuah toko yang nyentrik abis. Begitu masuk, aroma dupa pekat tercium diseluruh ruangan. Ramai orang disana. Ada ibu-ibu yang lagi live ngebatik. Beberapa tulisan wejangan Jawa terpampang beserta wadah berair yang ada kembang kuburannya. Dia langsung terpikat dengan toko itu. Sesampainya di Bandung, dia memutuskan membeli dupa.
“Bentar Tam gua bikin kopi dulu”. Ahh… kalimat favoritku ketika main ke kosannya.
Tapi kok aku jadi agak merinding begini ya. Sialan si Adi pakai acara masang dupa-dupaan segala.
“Nih”, sambil menyodorkan segelas kopi hitam panas kepadaku.
“Eh Tam, gini, kalo orang yang lo suka ternyata ga suka-suka juga sama lo, lo akan tetap lanjut ndeketin dia sampai dia suka, atau lo cari aja yang lain kan diluar sana masih banyak cewek?”. Mulai nih sesi heart-to-heart Adi.
“Oh. Dilema besar seorang pencinta”.
“Iye Tam bener. Gua bimbang abis”, beh bimbang katanya.
Aku melanjutkan menghisap rokokku.
“Sebenernya itu semua tergantung di lo nya. Kalo lo udah yakin, lo akan berusaha sampai dia sadar kalo lo emang sungguh-sungguh sama dia.
Tapi inget, semua hasil bukan lo yang menentukan. Lo berusaha semaksimal lo, sisanya Tuhan yang menentukan. Gua pikir, itu berlaku pada semua aspek kehidupan.”
…
“Kampret. Bener juga sih lo, Tam”